Yogya menangis-1

Leave a comment


(Catatan pribadi kunjungan ke Yogya pasca gempa tgl 27.05.2006)

gempa_yogya

Barangkali bermanfaat bagi teman-teman, tulisan ini sekedar gambaran suasana daerah Jogya dan sekitarnya pasca gempa. Mudah-mudahan menguatkan Iman kita kepada yang diatas bahwa kita tidak berarti apa-apa tanpa-NYA. Amien

Minggu 28 Mei 2006

Minggu pagi kami masuk Yogya (kita bilangnya: Jogja) bersama rombongan karyawan Pindo yang akan mencari anggota keluarganya. Sebelum masuk Wates, kami ambil jalan pintas yang mau ke arah Imogiri. Saya lupa daerahnya, disini listrik masih nyala, tapi orang-orang pada tidur di emperan & tenda seadanya. Gagal karena jembatan ditutup, kami putar balik kembali ke jalur Wates. .Masuk Wates jalanan lengang tanpa cahaya. Mulai terasa suasana menyedihkan disini. Tembok-tembok rumah retak, satu dua atap gentengnya melorot. Pasar dan took-toko tidak ada aktifitas sama sekali.

Memasuki daerah Bantul (Jl. Parangtritis), Masya Allah. Rumah porak poranda, tumpukan bata yang tertimbun kayu-kayu dan genteng dimana-mana. Orang-orang dipinggir jalan terlihat sedih & letih tanpa tahu harus berbuat apa. (Pada kunjungan ke2, tempat tersebut sudah bau anyir dari bekas bangkai binatang dan mayat).

Menurut orang-orang yang saya temui, belum ada evakuasi dari pihak manapun selain oleh warga sendiri. Penguburan mayat-mayat (yang sudah ditemukan) dilakukan seadanya pada sabtu sore sampai malam hari.

Didaerah Trimulyo & Wonokromo kami menyerahkan obat-obatan dari PT. Pindo Deli. Mungkin kamilah rombongan pertama dari luar daerah yang datang, karena pagi itu hanya kami mobil ber plat bukan AB yang lewat , dan jalanan juga sepi kendaraan, tidak ada angkutan umum sama sekali. Beberapa orang dari luar Jogja yang datang, pada jalan kaki, atau numpang kendaraan apapun yang lewat.

Di daerah lain seperti Kotagede, Umbulharjo, Sampaan & Piyungan, suasana seperti itu tidak jauh beda. Kami tidak sempat mengantar karyawan yang di Klaten karena saya harus buru-buru melihat kondisi daerah saya di Gunung Kidul. Saya dijemput adik di Piyungan, tempat rumah salah satu karyawan kita yang rumahnya & kampungnya juga porak-poranda. Bus melanjutkan perjalanan ke Klaten, saya melanjutkan perjalanan ke GK. Jalan-jalan banyak yang retak atau tertimbun longsoran gunung. Kabel listrik centang perentang akibat tiangnya roboh. Begitu sepanjang jalan Piyungan- Gading.

Minggu sore saya sampai rumah. Sore s/d malam, hujan deras sambil sekali-kali masih ada gempa susulan, kami coba menghubungi teman-teman pindo via call/sms satu persatu untuk melaporkan kondisinya. Niat hati ingin mengunjungi mereka, tapi sayang tidak ada kendaraan operasional. Akhirnya beberapa karyawan kita bisa dihubungi, cukup untuk bahan laporan saya ke Pindo. Menurut Pak Seno malam itu, pada senin 29 Mei 2006 jam. 08.00 akan diadakan teleconference antara kami dengan Pindo.

Malam itu kami terima info dari temen-temen, saudara & karyawan Jogja dan Klaten bahwa hari itu pasca gempa benar-benar mencekam dan makin parah. Sebagian besar tidak ada air, listrik, & susah makan. Orang-orang pada stress serba salah, tidak ada yang berani masuk rumah. Kadang masih terjadi getaran gempa. Banyak yang keluarganya meninggal, dikubur seadanya atau terkapar di rumah sakit atau tenda-tenda dengan perawatan seadanya. Yang sehat atau ½ sehat tinggal di tenda-tenda darurat atau emperan, sementara hujan terus mengguyur.

Melihat situasi seperti itu, tekad saya saat itu hanya satu bahwa saya harus yakin bantuan Pindo (biarpun tidak seberapa) tersalur dengan benar. Paling tidak ikut mambantu dukungan moral. Sebelum itu tercapai saya tidak mungkin balik kerja karena tidak akan konsen bekerja.

Malam Senin kami sekeluarga setengah tidur, karena sebentar-sebentar harus lari keluar karena adanya teriakan gempa.

Senin 29 Mei 2006

Pagi jam 07.00 saya meluncur ke Yogya menuju rumah Irda, ikut truk yang akan mengevakuasi keluarga saya di Klaten yang juga rumahnya hancur. Semua karyawan yang bisa saya hubungi saya kumpulkan. Kami ngobrol, isinya hanya cerita-cerita tragis dan memilukan. Kami coba hibur mereka, sekedar memberikan dukungan moral agar kita tetap kuat dan tabah menghadapi bencana yang tiba-tiba ini.

Teleconference tidak jadi dilaksanakan, langsung mendapat kabar bahwa Pindo akan segera mengirim sembako dan Tim medis ke Yogya. Semua karyawan bersorak gembira. Kebanyakan dari mereka memang daerahnya hancur, susah makan dan tempat tinggal. keluarganya ada yang di pengungsian, atau rumah sakit. Saya langsung memesan minimal 20 tenda, indomie, obat-obatan dan  air minum karena itulah yang sangat mendesak saat itu.

Sambil menungu kiriman dari Karawang datang, Senin sore terpaksa saya numpang di rumah saudara yang di Sleman, karena ternyata rumah Irda tidak bisa ditempati, retak-retak dan tidak ada air maupun listrik. Saat itu juga kami mendapat informasi bahwa daerah Bantul semua bantuan yang datang dijarah di jalan-jalan masuk menuju  lokasi bencana.

Selasa 30 Mei 2006

Deny & Marimin merapat ke yogya jam 05.00 membawa 40 duz indomie, 3 terpal & obat-obatan.Tanpa tenaga medis.

Semua karyawan  kami kumpulkan kembali di rumah Irda untuk mengambil kiriman dan harus menggunakan sepeda motor, agar aman tanpa gangguan penjarah. Tampak keakraban yang mendalam diantara mereka sesama senasib.

Jam 09.00 wib  kami pisahkan obat-obatan menjadi 11 kotak dan kami distribusi ke karyawan yang daerahnya paling minim obat. Hari itu selesai pembagian indomie & obat-obatan untuk yang datang. Hanya 3 karyawan yang memperoleh terpal, itupun hanya ukuran 6 x 8 meter (saya pesan ukuran 15 x 10, dengan pertimbangan bisa dibikin rumah-rumahan ).

Selasa siang kami meluncur ke Klaten: daerah Bayat, Wedi, tidak bisa masuk ke daerah Gantiwarno karena padatnya kendaraan bantuan & relawan. Di Ceper kami belanja lagi Indomie 20 duz untuk karyawan yang tidak bisa datang ke “Posko Pindo”.

Malamnya setelah putar-putar Jogja, kami akhirnya mendapakan penginapan. Kebanyakan penginapan tutup karena bangunan rusak, atau system fasilitas yang terganggu.

Rabu 31 Mei 2006

 Satu dua karyawan kita balik ke Karawang untuk mencari dana buat keluarga mereka.

Kami bergerak menuju Bantul untuk penyerahan obat-obatan ke Posko Kesehatan. Kami pilih Posko yang di Kec Plered, karena daerah ini paling parah & paling rame pengungsi. Masih ada evakuasi korban, bisa dibilang semua penduduk tinggal di tenda-tenda,. Aktifitasnya sebagian antri sembako atau pengobatan massal di Posko. Tidak sedikit yang menjadi pengemis dadakan dengan menadahkan kardus minta belas kasihan, dengan pandangan memelas tanpa kata-kata.

Rabu sore kami sempat mampir dirumah (tepatnya bekas rumah) saudara saya di daerah Sampaan, Bantul. Rumah hancur, toko habis dijarah, alkhamdulillah semua keluarga selamat.

Kilas balik ke belakang, mulai Selasa inilah semua daerah bencana sudah padat merayap oleh armada bantuan dan relawan dengan pengawalan ketatpetugas keamanan, karena tidak sedikit barang-barang sudah dicegat di jalan masuk lokasi, dan diturunkan oleh warga. Pada malam hari semua laki-laki ronda malam, terhadap banyaknya rombongan maling yang berkeliaran karena didukung listrik yang belum menyala dan bangunan yang prorakporanda.

Rabus sore selesai distribusi, indomie masih tersisa beberapa duz kami tinggal di rumah Irda, untuk karyawan kita yang belum sempat datang.

Kamis 01 Juni 2006

Kamis sore kami berangkat ke Karawang, setelah sebelumnya ke GK untuk pamitan dengan ibu saya. Dengan perasaan campur aduk, kutinggalkan Jogjaku yang sedang menangis. Kota Indah Wisata itu kini benar-benar sedang dirundung malang. Kami juga mendengar bahwa gedung tempat penyimpanan pusaka di Keraton ambruk.

Selamat tinggal Jogja, mudah-mudahan aku bisa balik lagi untuk membuatmu tersenyum

Terima kasih kami ucapkan buat para pimpinan HRD: Bp. Lewi, Bp. Herwono, Bp. Seno, Bp. Dwi Agus juga teman-teman yang lain yang terus menerus memantau dan mendukung untuk menguatkan mental kami. Terus terang ini kali pertama bagi saya masuk ke lokasi bencana.

Mudah-mudahan bencana serupa tidak terulang lagi dimasa datang. Amien.

(Pada saat tulisan ini saya buat, daftar karyawan Pindo yang  keluarganya terkena korban, tercatat 50 karyawan. Ada satu orang yang ibunya meningal dunia. Sedang direncanakan  pengiriman bantuan ke2 untuk mereka).

Berikut kami kirim sebagian tulisan asli via SMS yang kami terima dari sebagian karyawan kita. Putusnya hubungan komunikasi membuat informasi tersendat. Isi SMS mungkin agak susah dimengerti, bisa dimaklumi mungkin terburu-buru atau dalam kondisi panik & sedih.

1.             MARGIYANTO

sms 28.05.2006 jam 21:39:15

Pak keluarga sy selamat cuma rumah kakak aja rata dgn tanah terus luka adik saya cuma patah tlng kaki tp sdh ditangani rs klaten

2.             GUNADI

sms 28.05.2006 jam 20:06:30

Rumah hancur semua rata tanah, korban 17 mati luka2 tak terhitung tapi kluarga slamat. Butuh obat2an, minyak tanah, sembako, terpal

sms 28.05.2006 jam 19.56.17

RT 01 rw 01 dukuh JENON. DS.Ngandong. kec.Gantiwarno, Klaten.

(sms berikutnya ybs janjian dengan saya untuk penyerahan indomie dan obat-obatan dibawah reklame, dekat SGM Jl. Solo, tapi saya tunggu ½ jam tidak ketemu. Sinyal putus,)

3.             DWI A

sms 29.05.2006 jam 10:24:30

Lokasi di ganjuran utara rs Elisabeth Jl. Samas. Barat masjid. Semua rumah pada roboh. Bapak saya ungsikan ke Pakem karna kepala ketimpa kayu. Dwi A 9983

4.             DARWADI

Sms 29.05.2006 jam 07:03:17

Alhamdulillah kluarga smua slamat. Saat ini yg dubutuhkan: tenda, penerangan, obat2an & makanan.

5.             SARJIYO

sms 28.05.2006 jam 17:55:34

Kluarga dah aman, 1 aja yg luka (retak tulang pngung dah di rontgen dan dpt ruangan. nunggu tindak lanjut dokter. Mgkn bsk siang ak ke kmpung tar mampir ke Pak Irna

Sms 02.06.2006 jam 10:48:12

Sampai saat ini ak blm mendapatkan tenda tuk berteduh or.tu. Yg kmrn 1tenda terlanjur tuk umum yg nrima. Stlh berdri tenda Ak br kerj. Sabtu minggu cuti lg!

Karawang, 03 juni 2006

Yanto mardiyanto

Ketua Team Bantuan Gempa Pindo

 

 D.H

 Terima kasih Yanto dan Irda dan Denny yg telah banyak membantu keluarga besar Pindo yg dari Yogya. Besar Pahalamu dan semoga Tuhan memberikan kekuatan, kesehatan dan juga rizki yg berlimpah dimana jerih payahmu tdk sia-sia telah  membantu yg sedang dirundung malang dan petaka.

 

Jangan berkecil hati,  setiap  ujian pasti ada jalan keluar walaupun perlu waktu yg lama. Dan dengan kejadian tsb itu akan mengingatkan kita agar kita jangan berpaling dari  ALLAH SWT dimana saat ini banyak sekali kita sdh lupa padaNya. Bila ada kesulitan baru mencari ALLAH SWT dan bila sedang senang  ktia sering lupa

 Kita doakan rekan-rekan lainnya yg masih di Yogya dan bantuan lainnya menyusul dimana setiap karyawan dipotong Rp. 5.000 dan 10.000,-. Saat ini Pak Herwono  sedang koordinasi dgn Pak Etin dan Pak Felix untuk buat surat permohonan meminjam dana potongan  tsb terlebih dahulu agar bantuan bisa lebih cepat lagi.

 

Ibu Lucy C dan rekan-rekan dari Tsu  Chi juga sdh berangkat ke Yogya minggu lalu untuk menyalurkan bantuan kesana. Saat ini dari Tsu Chi dan Yayasan Eka Tjipta Foundation   sedang kumpulkan dana  dilalangan Sinar Mas Group.  Dari Serang dan mills lainnya sdh berangkat ke Yogya

 Sekali lagi terima kasih.

also see: Yogya menangis-2

more: Renungan diri

yogya menangis-2

1 Comment


 YOGYA MENANGIS (bag.II)
yogya menangis 2

yogya menangis 2

(Catatan pribadi ke Yogya pasca gempa)
Ditengah ‘ancaman’ Merapi yang siap memuntahkan lahar panasnya, nyali kami cukup ciut juga ketika perusahaan menugaskan kami untuk mengirim bantuan tahap ke-2 kepada keluarga karyawan korban gempa di Yogya dan sekitarnya. Ramalan dari berbagai sumber, termasuk paranormal menyebutkan bahwa masih akan ada lagi gempa hebat berikutnya di pulau Jawa.

Hasil meeting HRD, PKP & SPSI pada tanggal 06 Juni 2006 memutuskan bahwa kami akan bersama 12 staf dari ketiga unsur tersebut. Terbagi dalam 3 team: Team Klaten, Team Yogya dan sekitarnya & Team Bantul. Tugas utama adalah mengirim bantuan langsung tunai kepada keluarga korban, plus pengambilan gambar kondisi rumah dan gambar penyerahan bantuan. Dana tersebut berasal dari iuran karyawan, DKM Masjid Pindo Deli, Gereja, Koperasi & spontanitas karyawan.

Tanggal 07 Juni 2006 kami kumpulkan semua karyawan untuk pendataan dan penjelsan langsung dari Management yang disampaikan Pak Lewi dan Pak Herwono sekaligus dukungan moral kepada karyawan keluarga gempa.

Kami interview satu-persatu karyawan untuk memperoleh informasi selengkapnya tentang alamat rumah mereka. Kebanyakan menyebutnya sebagai ‘bekas rumah’, karena tidak ada lagi bangunan disana. Peta lokasi kami kantongi, lengkap dengan orang-orang disana yang bisa kami hubungi

Kamis, 08 Juni 2006
Kamis sore kami bersiap berangkat dari Pindo1.Dari laporan yang masuk, tercatat ada 136 karyawan yang keluarganya terkena musibah ini, dengan berbagai kondisi. Saat persiapan ini, semua channel TV sedang menyiarkan langsung

kondisi pasca gempa

kondisi pasca gempa

semburan awan panas Merapi yang mengakibatkan puluhan hektar hutan terbakar serta terjadinya gempa susulan yang sangat hebat di daerah Imogiri, Bantul.

Jam 19.30 wib rekap data korban baru selesai dicetak, langsung kami berangkat. Menggunakan 3 mobil kijang, ‘pasukan’ yang terbentuk dadakan ini meluncur ke Jogja. Kalau boleh kami menyebutnya ‘daerah konflik’. Betapa tidak, didaerah bekas gempa tersebut kabarnya banyak konflik kepentingan berperan. Ada maling, ada relawan yang sibuk dengan bendera kelompoknya, ada orang-orang yang sekedar wisata bencana dengan berphoto-ria diatas puing-puing, juga ada konflik diantara korban itu sendiri dalam berebut bantuan. Di Klaten (waktu kunjungan kami pertama) banyak warga keracunan nasi bungkus dari pembagian seorang pengendara motor tak dikenal. Yang ini nggak tahu kepentingan siapa.

Didaerah seperti itulah kami akan berbaur, membawa nama Pindo Deli – Sinar Mas, satu-satunya perusahaan yang langsung mengunjungi keluarga korban. Dan mungkin hanya Pindo satu-satunya perusahaan yang punya terobosan kemanusiaan seperti itu. Itulah yang membuat kami bersemangat & berbangga menerima tugas ini.

Jum’at 09 Juni 2006

Jam 07.00 pagi kami masuk Jogja. Kota ini sudah hidup kembali, tidak seperti pada kunjungan kami sebelumnya. Kami ber ‘markas’ dirumah pak Seno/HRD yan juga ikut dalam rombongan ini. Saat masuk rumah, masih sempat saya rasakan getaran gempa kecil. Hari itu kami istirahat dulu sambil persiapan atur strategi plus penyamaan persepsi.

Siang hari kami sempatkan mengunjungi Eka Tjipta Foundation (ETF), salah satu pemberi bantuan korban gempa berbendera Sinar Mas. Sore harinya kami mengunjungi Kaliadem, Sleman, tempat berkumpulnya para wartawan dan kru dari berbagai media cetak dan elektronik meliput langsung Merapi. Ini adalah daerah dataran tinggi, yang dari sini memang puncak dan badan Merapi terlihat jelas lepas tanpa hambatan. Awan panas seperti kapas kemerah-merahan sempat kami lihat keluar selama 5 menit. Sebentar kemudian awan menutup seluruh badan Merapi.

Ditempat inilah pada saat tulisan ini saya buat, daerah tersebut sudah hancur lebur oleh semburan lahar panas. Bahkan menewaskan 2 orang relawan yang terjebak dalam bunker yang tertimbun lahar panas pada suhu lebih dari 300 derajat Celcius. Alkhamdulillah, Tuhan masih melindungi kami.

Cukuplah tentang Merapi, karena tertutup awan, jam 18.00wib kami kembali ke Posko.

Sabtu, 10 Juni 2006
Kunjungan dimulai. Sabtu pagi jam 06.00wib, team kami berangkat duluan ke Klaten mengingat kebetulan jatah saya paling banyak diantara team yang lain.

Kami ambil daerah yang paling parah dulu dan paling susah ditempuh: Gantiwarno. Inilah pertama kalinya saya masuk kecamatan tersebut, karena pada kunjungan pertama kami tidak bisa masuk oleh penuhnya relawan.

Jalanan lancar, tidak lagi macet seperti dulu.. Bahkan saya heran: kemana perginya para relawan yang dulu berdesakan seakan berlomba-lomba datang mengirim bantuan? Kini yang tersisa hanya bekas kampung yang berantakan dan orang-orang yang pucat pasi yang menunggu perubahan nasib tanpa tahu sampai kapan.

Proses pencarian keluarga korban ternyata lebih berat dari yang kami duga. Alamat dan peta ternyata tidak cukup. Tidak ada papan penunjuk daerah plus sikap yang kurang bersahabat dari orang-orang yang kami temui. Bisa dimaklumi mengingat mereka sudah terlalu cape ditanya-tanya macem-macem oleh banyak pihak. Apalagi kami hanya datang untuk kunjungan keluarga karyawan, bukan untuk umum sesuai dengan tugas yang digariskan perusahaan.

Hari itu kami hanya dapat 11 keluarga. Itupun karena kami mengajak salah satu karyawan pindo yang kebetulan cuti, karena rumah orang tuanya juga ludes di Cawas. Hikmah dari bencana ini ternyata menumbuhkan rasa kemanusiaan dan kebersamaan yang tinggi.

Jam 08.00 pagi masuk Gantiwarno, kami baru keluar jam 17.00, langsung mencari warung nasi untuk mengisi perut. Cukup perih juga perut ini protes karena siangnya tidak diisi. Bukannya tahan lapar. Gantiwarno ini masih menjadi daerah mati yang memprihatinkan. Boro-boro ada warung, nampaknya untuk ngurusin perut sendiri saja mereka kesulitan. Listrik juga hanya menyala dijalan-jalan utama. Sedih juga membayangkan mereka harus hidup tanpa air bersih dan penerangan yang memadai.

Jam 19.00wib kami balik ke Posko. Letih tapi puas bisa menjembatani Pindo dengan mereka. Hampir semua keluarga korban yang kami temui, menangis bersyukur dan panjatkan do’a untuk kesuksesan dan kejayaan Pindo Deli.

“Mas matur nuwun sanget… mugi-mugi kantor pedamelan anak kulo tetep langgeng pikantuk berkah saking sing murbeng dumadi” begitulah kira-kira ungkapan meraka.

Malamnya kami briefing dan evaluasi hasil hari itu untuk kelancaran esoknya. Masing-masing team melaporkan kinerjanya. Pentas Piala Dunia kami lewati dulu. Kami sadar bahwa kami tidak sedang wisata. Semua hambatan yang dialami team kebanyakan sama: lokasi yang terpencil dan jauh, tidak sedikit yang harus jalan kaki karena roda empat tidak bisa masuk.

Beruntunglah kami punya teman-teman yang penuh solidaritas dan mengerti tugas masing-masing tanpa harus dikomando.

Minggu, 11 Juni 2006

Misi dilanjutkan lagi. Team saya masih bagian Klaten, tepatnya daerah sekitar Prambanan & Jogonalan. Niat hati ingin mampir ke candi indah kebanggaan Indonesia itu yang katanya beberapa stupanya juga hancur. Tapi niat itu terpaksa kami urungkan mengingat terbatasnya waktu.

Kali ini kami dibekali nasi kotak, jadi bisa makan dimana saja dan kapan saja. Medannya tidak terlalu sulit seperti sebelumnya. Jogonalan biarpun jauh-jauh tapi lancar. Pada kondisi normal, daerah ini cukup indah, sejuk dan subur. Namun kali ini semua pemandangan seakan menyiratkan kedukaan. Di kejauhan Merapi dengan sombong terlihat memamerkan lahar panasnya yang kemerah-merahan.

Senin, 12 Juni 2006

Hari ini team kami rombak, karena 2 personil harus balik ke Karawang. Kali ini saya kebagian Gunung Kidul. Bantul tetap ada, team Jogja dialihkan ke Klaten. Target hari itu harus kelar semuanya mengingat Selasa kami harus balik ke Karawang. Kerja keras dan kerjasama antar personil sangat dibutuhkan pada kondisi seperti itu. Prinsip kami, asal kondisi sehat, semua bisa dijalankan. Kami menyisakan vitamin dan obat-obatan ringan untuk menjaga badan tetap fit. Alhamdulillah kami tetap segar biarpun kurang tidur dan istirahat. (Percaya atau tidak: semua pesonil tidurnya mendengkur, kata dokter itu karena kurang istirahat – bahkan kami punya rekamannya).

Senin malam tugas selesai 95 %. Tinggal sisa 7 keluarga yang akan kami babat esok pagi.

Selasa, 13 Juni 2006
Pagi hari kami bagi tugas. Sebagian menyelesaikan kunjungan, sebagian lagi menyusun proposal bantuan ke ETF. Saya kebagian merekap lampiran korban untuk proposal. Siang jam 13.00 wib semua beres. Jam 14.00 proposal kami serahkan ke ETF.

Dari 136 data yang masuk ditemukan: 54 keluarga kondisi berat, 26 sedang, sisanya karena alamat tidak jelas atau memang rumahnya utuh atau hanya rusak ringan yang tidak berarti. Hanya 5 keluarga yang tidak terjangkau karena lokasi yang sangat jauh & diprediksi daerah tersebut tidak terkena dampak yang serius.

Kami cukup puas dengan hasil tersebut. Memang bantuan ini tidak bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhanj mereka namun setidaknya Pindo Deli berhasil membuat mereka tersenyum sejenak, mengingat kesedihan akibat bencana ini begitu mendalam.

Rabu, 14 Juni 2006
Dalam kondisi letih, Rabu pagi kami sampai kembali di Karawang, tepat pada saat Merapi kembali menyemburkan awan panasnya dengan kekuatan yang sangat besar. Hal ini menimbulkan bencana tersendiri bagi ribuan warga disekitarnya.

Di Sidoarjo terjadi banjir lumpur panas bumi yang menggenangi sawah dan kampung serta jalan tol. Seperti tak mau kalah, Aceh juga terjadi gempa 5,1 skala richter, dan gunung Slamet yang biasanya adem ayem juga bangkit, sekan semua berlomba mewakili kemarahan alam.

Saat saya menyusun tulisan ini orang-orang kembali ke tenda akibat terjadi lagi gempa dahsyat tadi malam dan paginya. Ya Allah, kapankah bencana ini akan berakhir?

Terima kasih kepada semua personil team yang telah bekerja keras tanpa lelah, juga Management dan staf HRD yang terus memberi Support. Tak ketinggalan terima kasih kepada SPSI, PKP, Koperasi dan semua pihak yang telah membantu kami sehingga misi kemanusiaan Pindo Deli bisa berjalan dengan sukses sesuai rencana.

(NB.: Bila ada informasi yang kurang pas, tulisan diatas hanyalah sesuai dengan apa yang saya temui, saya rasakan dan saya dengar, bukan dari sumber berita manapun. Terima kasih)

Karawang, 17 Juni 2006

yanto mardiyanto
Ketua Team Bantuan Gempa